About Me

Sabtu, 30 November 2013

Dear Dad,





Ayah..
Hari ini malam minggu, Ayah. Tertanggal 30 November 2013. Dan aku ingin mengatakan satu kalimat yang mungkin (jelas) kalimat ini akan beranak-pinak.

Ayah..
Kini aku sudah besar, Ayah..
Aku sekarang bukan lagi gadis kecil ayah yang berponi lucu seperti kuda, yang selalu merengek-rengek minta dibelikan jepit rambut warna merah muda, saat ayah akan piket seharian di kantor. Untuk menahan rasa kangen seharian saat ditinggal ayah kerja, aku selalu mengenakan jepit rambut itu, Ayah. Aku pakai seharian di rambutku, aku ciumi, dan aku berpura-pura menjadi penjual merangkup pembeli atas semua jepit rambut koleksiku, pemberian Ayah.

Ayah, maaf..
Malam ini malam minggu, Ayah. Maaf karena aku telah lancang menyebutnya malam minggu. Mungkin ini akan menjadi pasangan kata yang sangat menusuk hati bagi sebagian orang. Tapi tidak untuk kita, Ayah. Karena ayah tahu, aku sudah besar. Aku sudah pasti tahu apa makna dari pada malam minggu, dan jajaran konspirasi disekitarnya. Seperti kekasih, misalnya.  

Ayah..
Mungkin ayah bertanya-tanya kenapa aku daritadi hanya menyebut malam minggu? Tanpa ada hubungannya dengan apa itu jepit rambut pemberian ayah? Maaf yah, aku terlalu pengecut untuk mengatakan semua ini.

Aku kini sudah besar, aku ingin meminta ijin kepada ayah. Jika suatu saat ada seseorang pria datang menghampiriku, dan menyatakan cinta untukku, aku mohon ayah, restuilah kami.
Mungkin, pria itu mungkin tak sehebat ayah. Yang sangat gagah dan kuat dalam mengangkat senapan angin, atau berlari menyusuri hutan bersama pasukan tempur ayah. Tapi, jika dia sudah bicara tentang ketulusan, dia berani menentang ayah. Dan ayah juga harus berani menerima itu.
Ayah, janganlah cemburu jika suatu saat nanti akan ada yang memanggilku dengan sebutan “bidadari”. Ini memang bukan dunia peri, yang mungkin bisa jadi hal yang mustahil bagi ayah. Hal yang harus ayah lakukan, cukup tersenyum dan lambaikan tangan hangat ayah dari surga. Itu sudah cukup membuat hatiku bahagia, pun hatinya.
Perkara siapa yang akan memanggilku dengan sebutan “bidadari”, ayah tak perlu terburu-buru untuk tahu siapa dirinya. Kelak, ayah pasti akan aku perkenalkan dengan pria yang tengah lancang menentang ayah yang hanya berbekal ketulusan itu. Biarkan dulu Tuhan mempersiapkan segalanya, merancang skenario yang kita tak tahu siapa, dan kapan datangnya.


Tertanda,
Anak gadisnya ayah ^^